Di sudut kota Madinah, hiduplah seorang pemuda bernama Zulaibib. Ia dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya ia termasuk orang yang rajin dan taat. Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong orang yang melarat. Sebagai seseorang yang telah dianggap mampu, maka hendaklah ia melaksanakan sunnah Rasul yaitu Menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun ia selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Zulaibib kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum Rasulullah Saw berkata: ”Maukah engkau saya nikahkan dengan putri dari kalangan Ansyar??”
“saya belum berani wahai Rasulullah, putri sahabat itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.” Kata Zulaibib.
Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Zulaibib, Rasulullah menannyakan hal yang sama. “Zulaibib, tidaklah engkau menikah?”. Dan Zulaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu dan begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.
Dan di hari ketiga itulah, Rasulullah menarik lengan Zulaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pimpinan Anshar. “Aku ingin menikahkan putriku kalian.” Kata Rasulullah pada tuan rumahnya.
“Betapa indahnya dan betapa barakahnya rumah kita ini”, begitu tuan rumah menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Rasulullah yang akan menjadi calon menantunya. “Ooh..Ya Rasulullah, ini sungguh akan menjadi suatu cahaya yang menyinari di rumah kami.”
“Bukan untukku, akan tetapi ku pinang putrimu untuk Zulaibib”, jawab Rasulullah.
“Zulaibib?”. Sahut pemimpin Anshar tak percaya.
“Ya. Untuk Zulaibib.” Rasulullah menyakinkan.
“Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas panjang. “Saya harus meminta pertimbangan istri dan putri saya mengenai hal ini”.
“wahai suamiku?”, istrinya berseru, “bagaimana bisa?? Zulaibib yang berwajah jelek, tak bernasab, tak berkabillah, tak berpangkat, dan tak berharta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kita menikah dengan Zulaibib”.
Perdebatan itu tidak berlangsung lama. Dan akhirnya sang putri datang dari balik tirai berkata anggun, “siapa yang meminta?”
“Rasulullah wahai putriku”, jawab mereka.
“Ayah dan bunda, jika memang ia didatangkan karena permintaan Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku ikhlas untuk menjadi istrinya. Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tidak akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku”.
Putri yang Sholehah itu lalu membaca suatu ayat: “dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasulnya maka sungguhlah mereka telah sesat, sesat yang nyata”. (QS.Al-Ahzab : 36).
Mendengar kata-kata yang di ucapkan gadis itu Rasulullah dengan tertunduk berdo’a untuk gadis shalilah tersebut, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangan engkau jadikan hidupnya susah dan bermasalah..”,(Do’a yang indah).
Akhirnya pemimpin Anshar dan istrinya menyetujui. Pagi itu juga pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulaibib kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata, ”duhai Adinda di wajahmu terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini?? Bahagiakah engkau dengan memilihku untuk menjadi suamimu? Dan apakah kita termasuk suatu tanda pasangan surga”.
“maksud kakanda...??", Istrinya balik bertanya.
“Bukankah syukur dan sabar adlah ciri-ciri yang dirindu surga, aku selalu bersyukur telah mendapatkan istri seperti adinda, dan adinda selalu bersabar telah mendapatkan suami seperti aku”.
Dengan tersipu malu istrinya menyela ”engkau adalah lelaki pilihan rasulullah yang datang untuk meminangku. Tentu Allah telah menkadirkan yang terbaik darimu untukku. Tiada kebahagiaan selain menanti tibanya malam ini yang dinantikan para pengantin.”
Zulaibib tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu berkali-kali seakan kejadian ini hanyalajh mimpi belaka. Tiba-tiba terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulaibib masuk kembali masuk rumah dan menemui istrinya. “Duhai istriku yang senyumnya mempesona sampai ke relung jiwa, begitu besar cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku padamu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Sekiranya Allah mengetahui semua tujuan jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah engkau wahai suamiku, betapa besar pula kecintaanku kepadamu, namun hak yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”.
***
Zulaibib lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim untuk menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek dan terus maju dengan senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid....tak disangka sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya. Zulaibib terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berterbangan di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tersenggol, pedangnya pun mulai terkulai lepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukkan korban, ia merasa bahwa panggilan Allah sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orang tuanya yang begitu dikasihinya. Berganti bayangan wajah rasulullah yang begitu dihormati, di junjung dan di kaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya . Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi, belum sempat menikmati malam pertamanya. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendo’akannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulaibib. Perlahan-lahan matanya mulai memejam dan senyum menghiasinya.....Zulaibib pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada’.
***
Senja datang..perang sudah usai
Angin mendesah, sepii
Gemerlap alunan d’a mengiris hati....
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada’ yang gugur dalam perang.Ketika perang telah usai, Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat: “Siapa diantara sahabat kalian yang sekarang tidak keliatan dan mungkin menjadi syahid?? “Para sahabat pun menyebutkan beberapa nama yang telah gugur, akan tetapi tidak menyebut nama Zulaibib karena dia belum banyak di kenal. “Sepertinya kalian kelihangan seseorang??” Tanya Rasulullah.
“Tidak Ya Rasulullah”, jawab para sahabat.
“Sepertinya kalian kehilangan seseorang?”, Rasul bertanya lagi. Kali ini lebih tegas lagii.
“Tidak Ya Rasulullah!!”. Sebagian menjawab dengan terbata-bata dan tak seyakin tadi. Beberapa sahabat menengok ke kiri dan ke kanan.
Rasulullah menghela nafasnya. “Sepertinya aku justru kehilangan Zulaibib, marilah kita bersama-sama untuk mencarinya!”.
Maka para sahabat sadar dan mereka pun bersama-sama mencarinya, ternyata mereka menjumpainya dalam keadaan telah gugur. Sedang di sebelahnya terdapat tujuh mayat musuh yang telah berhasil di bunuhnya sebelum dia gugur semoga Allah Swt melimpahkan ridho-nya kepada Zulaibib.
Rasulullah mengusap tanah dari wajah dan mencium serta menangis dan beliau bersabda : “engkau adalah bagian dariku dan aku bagian darimu”.(HR.Muslim dan Ahmad).
Rasulullah tertunduk di samping jasad Zulaibib. Para sahabat pun terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti kembali menahan isak tangis. Air mata berlinang dari pulupuk mata beliau, kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keherananan sahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau. Para sahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan rasulullah.
“Wahai rasulullah mengapa engkau menangis ketika melihat jasad Zulaibib??”, Tanya sahabat.
Rasulullah menjawab “Aku menangis karena mengingat Zulaibib. Oo..Zulaibib, pagi tadi engkau datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini engkau sedang menantikan malam pertama, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian engkau menengadahkan kepalamu dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
“Aku menengadahkan kepalaku ke atas langit karena aku sedang melihat ada beberapa bidadari turun dari langit dan udara berubah menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang untuk menjemput Zulaibib”. Jawab Rasulullah Saw.
“Dan lalu mengapa kemudian engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan dari Zulaibib karena sebelumnya aku telah melihat, karena banyaknya bidadari yang hendak menjemput Zulaibib, beberapa diantaranya saling berebut untuk memegangi tangan dan kaki Zulaibib. Hingga dari salah satu gaun bidadari tersebut ada yang tersingkap betisnya...”
***
Tapi jauh sekali dari tempat itu, di atas tanah yang berbeda dan di dalam udara yang tidak sama, sebuah lampu di teras menyala. Sebuah halaman kamar seorang wanita duduk ditemani bunga-bunga di sekelilingnya. Dengan menyandarkan punggung pada tiang beranda, Istri Zulaibib menanti sang suami yang tak kunjung datang.
Ketika terdengar kabar bahwa suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala maha rasa.
Malam menjelang....Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan nyata. Lambat laun ia seperti melihat kedatangan Zulaibib dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan.
Terdengar Zulaibib berkata, “Istrikuu, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini bila aku menyebut namamu akan mengguman cemburu padamu....dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku..”,
Istri Zulaibib, terdiam. Tak lama setelah itu,matanya mulai berkaca-kaca dan airmata kasih yang teramat dalam itupun segeralah tumpah. Ada sesuatu yang menginang disana..Sepertinya tak ingin melepas ia dari mengingat acara pernikahan tadi pagi.. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir..Ia menggerakkan bibirnya..
Tidak lama, mengalirlah sebuah doa yang terdengar sayup dan lembut. Suara yang teramat pilu menembus dan menusuk hingga ke dinding hati.
“Suamiku doaku menyertaimu, aku sangat mencintaimu.... dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita....aku ikhlas...”.
0 comments:
Post a Comment